JAKARTA, KOMPAS.com 3 Januari 2012
Rekomendasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) tragedi Mesuji dinilai masih sangat artifisial dan tak menjawab persoalan utama terjadinya kekerasan di Mesuji, baik di Lampung maupun Sumatera Selatan. Seharusnya TGPF juga mampu merekomendasikan solusi atas persoalan konflik agraria, sehingga menjadi model dalam menyelesaikan persoalan serupa yang banyak terjadi di Indonesia.
Menurut Deputi Riset dan Kampanye Konsorsium Pembaruan Agraria Iwan Nurdin, rekomendasi TGPF tragedi Mesuji tak menjawab persoalan pelanggaran hak asasi manusia karena konflik agraria. Iwan mengatakan, rekomendasi TGPF masih sangat artifisial, belum masuk dalam substansi persoalan agraria di Indonesia.
Rekomendasi TGPF terhadap tragedi Mesuji antara lain adalah mendorong percepatan proses hukum terhadap pelaku utama kekerasan yang menyebabkan korban jiwa, memberi bantuan hukum pada para tersangka sehingga proses hukumnya berjalan adil, memberi bantuan pengobatan kepada korban yang menjalani perawatan, melakukan penegakan hukum pada spekulan tanah hingga evaluasi terhadap penggunaan tenaga keamanan swasta. Dengan rekomendasi tersebut, menurut Iwan, konflik yang sama tetap bakal terus terjadi.
Iwan mengatakan, rekomendasi TGPF seharusnya menjawab persoalan mengapa konflik agraria terus terjadi. Mesuji hanya jadi salah satu dari sekian banyak konflik agraria yang terjadi terkait keberadaan perkebunan swasta dalam jumlah besar yang menelantarkan hak-hak rakyat di sekitar perkebunan.
"Seharusnya TGPF bisa merekonstruksi ulang pembangunan kebun yang memperkuat hak-hak masyarakat, baik dari sisi perusahaan dan masyarakat, serta ke depannya menjadi model bagi penyelesaiaan sengketa bagi pembangunan perkebunan di masa depan," tutur Iwan, Selasa (3/1/2012) di Jakarta.
Rekomendasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) tragedi Mesuji dinilai masih sangat artifisial dan tak menjawab persoalan utama terjadinya kekerasan di Mesuji, baik di Lampung maupun Sumatera Selatan. Seharusnya TGPF juga mampu merekomendasikan solusi atas persoalan konflik agraria, sehingga menjadi model dalam menyelesaikan persoalan serupa yang banyak terjadi di Indonesia.
Menurut Deputi Riset dan Kampanye Konsorsium Pembaruan Agraria Iwan Nurdin, rekomendasi TGPF tragedi Mesuji tak menjawab persoalan pelanggaran hak asasi manusia karena konflik agraria. Iwan mengatakan, rekomendasi TGPF masih sangat artifisial, belum masuk dalam substansi persoalan agraria di Indonesia.
Rekomendasi TGPF terhadap tragedi Mesuji antara lain adalah mendorong percepatan proses hukum terhadap pelaku utama kekerasan yang menyebabkan korban jiwa, memberi bantuan hukum pada para tersangka sehingga proses hukumnya berjalan adil, memberi bantuan pengobatan kepada korban yang menjalani perawatan, melakukan penegakan hukum pada spekulan tanah hingga evaluasi terhadap penggunaan tenaga keamanan swasta. Dengan rekomendasi tersebut, menurut Iwan, konflik yang sama tetap bakal terus terjadi.
Iwan mengatakan, rekomendasi TGPF seharusnya menjawab persoalan mengapa konflik agraria terus terjadi. Mesuji hanya jadi salah satu dari sekian banyak konflik agraria yang terjadi terkait keberadaan perkebunan swasta dalam jumlah besar yang menelantarkan hak-hak rakyat di sekitar perkebunan.
"Seharusnya TGPF bisa merekonstruksi ulang pembangunan kebun yang memperkuat hak-hak masyarakat, baik dari sisi perusahaan dan masyarakat, serta ke depannya menjadi model bagi penyelesaiaan sengketa bagi pembangunan perkebunan di masa depan," tutur Iwan, Selasa (3/1/2012) di Jakarta.
No comments:
Post a Comment