April 8, 2010

Gonjang Ganjing Rumah Dinas



(Bukan Gambar Rumah Dinas)

Zaman Menpangab M.Yusuf adalah masa yang menyenangkan. Kami mengenangnya sebab anak-anak tentara diberi jatah susu krim. Itu kata-kata Untung, teman sekantor yang kebetulan anak kolong di Palembang. Manusia meninggalkan nama untuk dikenang. Lalu, seperti apa Menhan dan Paglima TNI sekarang dikenang? "Wah, mungkin, peristiwa gusuran-gusuran Rumah Dinas" ujar kawan yang lain.

Penggusuran rumah dinas memang sempat gaduh sekali. Bahkan, kelanjutan dalam versi yang lain misalnya perlawanan janda pahlawan vs Depkeu yang ramai diliput media massa saat ini. Namun, kesemuanya ujung-ujungnya adalah menggusur rumah para pensiunan.

Para penghuni Kompleks Zeni AD di Mampang saat ini telah menerima surat perintah (peringatan) pengosongan perumahan golongan III. Wah, mereka tidak cuma mengusir kami. Mereka mau tukar guling tanah ini untuk kepentingan properti mewah. Dulu, sebelum lokasi ini menjadi "emas", mana pernah mereka pikirkan. Sekarang mereka ingin beli lokasi saja. Saya belum tahu pasti.

Penertiban pembukuan dan pembenahan asset telah menjadi pintu masuk beragam kepentingan. Tidak hanya penertiban para penghuni Rumah Dinas. Masalahnya, Rumah Dinas Golongan III bagi TNI kok sering menjadi tidak jelas dimana saja.

Di tanah air kita, pendekatan hukum, yang semata-mata hukum positif saja memang seringkali tidak berhubungan dengan keadilan. Makanya, saya sering heran dan ragu-ragu dengan istilah "Supremasi Hukum". Soalnya kalau hukumnya jelek, bahaya juga kan! Mungkin Supremasi Keadilan harus dikedepankan. Bisa lewat jalur hukum formal juga informal.

Untuk itulah, gonjang ganjing Rumah Dinas harus diselesaikan dengan pendekatan yang lain. Mediasi kepentingan seluruh pihak. Soalnya, tanggung jawab negara menyediakan rumah yang layak bagi prajurit jangan sampai membuat para prajurit kita saling berperang dengan pensiunan prajurit. Kepentingan "bisnis" dibalik peraturan ini juga harus ditiadakan.

Jakarta, 8 April 2010

Iwan Nurdin

1 comment:

Unknown said...

Tanah seluas 3,1 hektar yg menjadi kompleks AD mampang prapatan,jakarta-selatan merupakan tanah yg dibeli oleh purnawirawan AD dari hasil bonus pembangunan Senayan pada thn 1958 di era Presiden Soekarno. Dari hasil bonus itu pada thn 1960, para prajurit membeli tanah di kawasan mampang-prapatan.
pada saat pengerjaan GBK(Gelora Bung Karno) dan meratakan tanah bagi DPR, lalu ada bonus yg diterima oleh para pekerja dari TNI AD tapi tidak dalam bentuk uang merupakan tanah di kawasan mampang prapatan dan selain itu mereka tidak terima upah atau gaji selama beberapa bulan sebagai peganti tanah dan bangunan yg mereka dapatkan, dengan hrga tanah 50 rupiah permeter pada saat itu, dan area pun masih dalam bentuk sawah dan rawa pada saat itu...
dan sampai saat ini pihak Ditzi tidak pernah mengeluarkan anggaran untuk pembelian tanah serta bangunan yg ada di komplek zeni AD mampang prapatan...