July 24, 2007
Sego Megono Petani Batang
Oleh: One
Betatapapun apiknya kolaborasi antara perut dan lidah saya yang seiya sekata bersepakat bahwa semua makanan yang ada di jagad raya ini rasanya hanya dua: enak dan enak banget, namun ternyata kekompakannya diuji beberapa waktu lalu. Tepatnya saat tiga hari berturut-turut setiap pagi hari “terpaksa” (tanda kutip menyatakan ketidaksungguhan, tentu saja) menjejalkan sego megono ke lambung. Kalau saja ada opsi lain sebangsa bubur ayam dalam batas minimum- artinya sekedar bubur nasi berkaldu dan sedikit saja asesoris tambahan sudah pastilah saya tak merelakan sang megono melintasi usus saya . Berhubung hanya sang megono yang jadi sajian tuan rumah, walhasil do’i lah yang jadi sahabat pagi cacing diperut saya.
Sego megono memang populer sekali diseputaran pekalongan dan sekitarnya. Sepengetahuan saya, hingga sebuah joke menggambarkan begitu mudah mengidentifikasi korban kecelakaan transportasi yang berasal dari kota Pekalongan dan sekitarnya. Cukup dengan mengetahui isi lambung nya yang menyisakan potongan sayur megono ;b dan itulah dia.
Ingin tahu lebih banyak tentang sego megono?ini dia… l
Ada cacatan kutipan dari http://bumisegoro.wordpress.com/2007/05/ , diakui dibuat dengan referensi minimal tentang sego megono:
“Segomegono, adalah makanan yang berbentuk utama nasi dengan lauk dan sayuran “include dan inherent” di dalamnya. Dari segi bahasa Sego artinya nasi sedangkan megono kalau ditelusuri tidak ada akar kata asli Jawa tentang kata tersebut. Ada kemungkinan bahwa megono berasal dari kata mego (Tulisannya mega- red) yang berarti awan/mega dan gegono (Tulisannya gegana- red) yang berarti angkasa. Jadi bila dirangkai menjadi kalimat mungkin akan berbunyi : Megono = Mego ing Gegono
Mengapa didapatkan kalimat unik di atas tersebut ? Marilah kita amati sifat dan penampakan mega di angkasa. Mega berwarna putih bersih sampai kelam yang biasa disebut mendung, pertanda hujan. Ada juga warna mega yang merah terutama di sore atau pagi hari. Berdasarkan penampakan mega tersebut, Segomegono pun terdiferensiasi mulai dari yang berwarna putih bersih, kelam, jingga yang merah merona (kalimat puitis- red).”
Kalau lihat gambar yang menyertai tulisan ini, jangan membayangkan bahwa sego megono yang saya konsumsi sama indah penampakannya (saya kutip dari http://nadrahshahab.blogsome.com/category/indonesian-food). Sejumput kecil nasi kurang lebih setengah takar nasi warteg Jakartalah menemani sang megono yakni rajangan kecil-kecil nangka muda. Kelapa berbumbu ala urap bercampur rata dengan rajangan nangka muda . Cabe rawit adalah pasangan wajib, dimasak matang bersama sayuran. Jadi rasa pedas yang timbul disela-sela megono adalah ulah si rawit. Nasi hangat berpadu dengan wangi aroma daun pisang yang jadi pembungkus. Hasilnya adalah pemandangan nasih yang putih berpadu dengan warna gelap nangka muda matang. Versi yang saya konsumsi adalah versi kampung yang alih-alih memikirkan estetika tampilannya, yang ada nasi ditimpa sayur megono dalam bungkus kecil daun pisang. Ya wong harganya juga sangat amat bersahabat, seribu perak rak rak. Angka yang teramat kecil untuk berharap banyak.
Sejujurnya, bukan soal tidak suka dengan rasanya, lebih karena perut saya kurang bersahabat dengan efek samping dari mengkonsumsi megono dipagi hari: (maaf) membuat isi perut saya berontak dan memaksa saya untuk kekamar mandi. Jadi sekali lagi lebih karena alasan khusus itu. Diluar itu, sang megono meski agak berat buat lambung karena teksturnya dan bahan pendukung kelapa nya cukup memuaskan rasanya.
Setelah berusaha melacak keterangan tentang sego megono dari mesin pencari di internet, beroleh hasil sang gambar diatas. Beberapa penjelasan tentang megono membuat saya membayangkan versi asli dan komplit sego megono yang bisa jadi jauh lebih ‘nendang’ rasanya daripada perkenalan pertama saya dengan megono. Menurut sumber yang saya temukan, sego megono sering kali dipasangkan dengan berbagai lauk pelengkap seperti tempe dan ikan goreng. Seingat saya, selama tiga hari ber megono, selama tiga hari itu pula tempe yang diiris tipis berbalur tepung yang digoreng (tipikal gorengan Jakarta sarat minyak yang dipanggul abang-abang penjaja) setia menemani.
Dari sumber yang sama dimana saya memeperoleh gambar indah megono diatas, ada resep dan cara membuatnya yang komplit. Mudah nampaknya. Kalau tertarik, berikut bahan dan cara mengolahnya:
bahan:
nangka muda /cecek , di potong-potong kecil-kecil banget, kelapa muda, di parut, honje/kecombrang, diiris tipis dan kecil, sere, di iris tipis dan kecil, kacang panjang,, iiris tipis
bumbu yang dihaluskan:
bawang merah, bawang putih, ketumbar, jinten, kemiri, kencur, jeruk wangi, salam, garam, cabe merah/rawit (untuk yang suka pedas), lengkuas, di geprek
cara membuat:
semua bahan dicampur dengan bumbu yang sudah dihaluskan lalu dikukus lebik kurang 20 menit
Saya mencoba memaknai sesuatu yang sederhana dan nampak kecil dan bukan apa-apa buat banyak orang secara berbeda. Seperti kecintaan saya kepada Indonesia, sego megono menambah “sesuatu” lagi dalam daftar panjang kecintaan saya . Indonesiaku, megono ku!!