July 8, 2007

Menimbang pemerintahan kiri di Indonesia


Oleh: Iwan Nurdin

Meski saat ini demokrasi telah semakin telah berkembang, istilah kiri tetap menjadi tabu politik di Indonesia. Prolog G.30.S dan epilognya berupa kenaikan Orde Baru telah menjadi penyebab mengapa pandangan kiri di Indonesia selama ini kurang mendapat ruang baik di media massa, apalagi di atas panggung politik.

Tabu ini telah menyebabkan dominasi pemikiran kanan yang berupa liberalisasi semua potensi perekenomian nasional di bidang kehutanan, pertanian, pertambangan, dan kelautan untuk dieksploitasi tanpa mengedepankan aspek-aspek keadilan sosial dan keberlanjutan bagi generasi mendatang. Sementara, kritik-kritik yang diperkenankan dan mengemuka tidak lebih pada sisi salah urus atau buruknya manajemen dalam proses eksploitasi sumber-sumber ekonomi tersebut.

Dalam pemikiran kiri, semestinya sumber-sumber kekayaan bangsa tersebut dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Orientasi produksi dari sumber-sumber produksi tersebut juga dipergunakan untuk mengembangkan hadirnya perekonomian rakyat yang kuat.

Dalam situasi sekarang, dimana tata ekonomi politik nasional dirancang sesuai dengan tata ekonomi politik global yang juga kanan liberal. Tentu pikiran semacam ini dipandang sangat membahayakan kemapanan yang ada.

Meski demikian, suara-suara kaum kiri juga yang mengafirmasi betapa terdapat ketidak adilan yang mendalam tentang bagi hasil tambang minyak dan gas selama ini dengan pihak asing, atau orientasi eksploitasi minyak dan gas dan hasil tambang lainnya yang telah diikat dalam perjanjian ekspor sehingga membahayakan pasokan industri dan konsumsi nasional. Juga, fakta tentang pengalokasian jutaan hektar tanah untuk korporasi kehutanan dan perkebunan ditengah mayoritas rakyat yang tunakisma. Atau, maraknya pengangguran di tengah begitu gigantisnya sumber daya ekonomi yang dieksploitasi oleh segelintir kelompok korporasi dan elit politik.

Dalam keadaan yang demikian ini, pemikiran dan impian hadirnya pemerintahan kiri barangkali menjadi relevan. Apalagi sampai sekarang belum ada partai politik nasional yang secara tegas menyatakan dirinya sebagai Partai Kiri. Barangkali karena tantangannya sangat berat, sebab pemikiran kiri di Indonesia selalu diidentikkan dengan komunisme yang mempunyai kaitan sejarah dengan PKI dan cerita-cerita kelam komunisme di Uni Soviet pada era Stalin dan Polpot di Kamboja.

Menyebarkan Kembali Pikiran Kiri
Tak ada salahnya, di tangah pemikiran ekonomi politik begitu percaya bahwa tidak ada lagi alternatif selain kapitalisme, kita membuka kembali wacana dan wadah gerakan sosial dan politik kaum kiri secara terbuka. Dengan demikian, publik luas akan memahami mengapa kelompok kiri itu sesungguhnya begitu penting.

Mungkin inilah saatnya mengajak masyarakat membayangkan kehadiran pemerintahan nasional yang kiri di Indonesia. Mengajak publik mengetahui bahwa pemerintahan kiri di Indonesia akan melakukan nasionalisasi aset vital khususnya di bidang industri strategis seperti pertambangan dan telekomunikasi. Nasionalisasi yang dimaksud adalah sebuah rencana kerja nasional dimana penguasaan dan orientasi hasil produksi diarahkan untuk membangun industrialisasi nasional kerakyatan yang tangguh dan kuat.

Pemerintahan kiri di Indonesia akan melakukan redistribusi lahan pertanian dan perkebunan kepada rakyat dalam desain koperasi atau badan usaha bersama milik petani atau badan usaha bersama milik desa. Sehingga kisruh antara pengusaha, buruh kebun dan masyarakat sekitar industri dapat diselesaikan sementara produktifitas lahan dapat terus ditingkatkan.

Seperti aksinya dalam perkebunan, pemerintahan kiri akan melakukan pembangunan tambak bagi koperasi nelayan, membangun dan memodernkan teknologi penangkapan ikan berikut industri pengolahan dan pemasarannya sehingga dapat dimiliki dan dikuasai oleh badan usaha bersama milik rakyat.

Pemerintahan kiri akan mempercepat sistem database kependudukan yang terkoneksi kedalam jaringan sehingga dengan cepat akses rakyat terhadap pendidikan, kesehatan, sosial, properti, hingga penarikan pajak dapat terlayani. Dengan demikian, carut marut dan lembamnya birokrasi dapat ditanggulangi.

Pemerintahan kiri di Indonesia tentu akan melakukan pemberlakuan upah layak nasional yang dapat terus merangsang tumbuhnya industri nasional kerakyatan yang kuat. Upah layak tersebut bisa diberlakukan karena dikompensasi oleh ketersediaan bahan baku, bahan bakar, pemotongan pajak dan penghilangan pungli melalui relasi industri dan pertanian serta desa dan kota menjadi setimbang. Dalam kerja-kerja menuju relasi yang setimbang tersebut, upah layak tersebut bisa diberlakukan dalam skema non upah seperti jaminan kesehatan, pendidikan, perumahan dan jaminan sosial lainnya bagi para buruh.

Kalau begitu, mengapa tidak mencoba mengkampanyekan tentang orang kiri baru di Indonesia dan rencana mereka dalam mensejahterakan rakyat jika berkuasa. Saya adalah salah dari orang tersebut, anda mau turut serta?

Jakarta, 7 Juli 2007

Iwan Nurdin