Showing posts with label indonesia. Show all posts
Showing posts with label indonesia. Show all posts

February 7, 2012

Presiden diminta turun tangan atasi sengketa lahan



Oleh: ANUGERAH PERKASA

JAKARTA Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didesak untukmemimpin langsung penyelesaian konflik agraria di Tanah Air, menyusul meningkatnya korban maupun kerugian yang muncul dari sengketa tanah yang tak kunjung selesai.

Deputi Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan keresahan masyarakat mengenai konflik agraria sudah mencapai litik ekstrem yakni telah jatuhnya korban.
Kasus pembakaran kantor Bupati Bima. Lombok, NTB pada 26 Januari 2012 dinilai sebagai salah satu bentuk perlawanan masyarakat.

"Saatnya Presiden memimpin langsung penyelesaian konflik agraria dan menjalankan reformasi agraria yang sela ma inidijanjikan. Apalagi keresahan dan perlawanan masyarakat sudah mengambil bentuk paling ekstrem," ujarnya kemarin.

Mengutip Antam, puluhan ribu warga yang berunjuk rasa di Kantor Bupati Bima pada.pekan lalu terkait dengan reaksi atas penanganan insiden di Pelabuhan Sape, 24 Desember 2011, masyarakat mengamuk danmembakar kantor pemerintah daerah itu.

Selain bangunan, sepeda motor dan kendaraan lainnya di kompleks Kantor Bupati Bima itu juga dibakar massa. Demonstran mengamuk karena dihadang oleh aparat kepolisian ketika hendak masuk kompleks kantor bupati itu.

Aksi unjuk rasa yang berujung pembakaran itu terkait dengan tuntutan pembebasan 56 warga Lambu dan Sape yang sebelumnya berunjuk rasa di Pelabuhan Sape, dan tengah ditahan aparat kepolisian untuk diproses hukum.

Tuntutan lainnya yakni pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) yang dikantongi oleh PT Sumber Mineral Nusantara (SMN), sebagaimana tuntutan dalam aksi sebelumnya.
Iwan menuturkan dengan kejadian tersebut, pemerintah seolah-olah membutuhkan sinyal yang lebih keras lagi dalam penyelesaian konflik agraria. "Ini terutama di wilayah tambang, kebun dan kehutanan. Seolah-olah pemerintah baru akan bergerak jika sudah jatuh korban jiwa dan kemarahan yang meluas," katanya.
KPA mencatat pada tahun lalu, sedikitnya konflik lahan terjadi di area seluas 472.084,44 hektare de-ngan melibatkan 69.975 kepala keluarga.

Sejumlah kasus berdasarkan kuantitas adalah perkebunan (97 kasus), kehutanan (36 kasus), infra-stnikiur (21 kasus), pertambangan (delapan kasus), dan pertambakan (satu kasus). Total kasus mencapai 163, meningkat dibandingkan dengan 106 kasus pada 2010.

Fase dalam konflik agraria, salah satunya adalah konflik izin lokasi oleh pemerintah daerah dan penerbitan hak guna usaha (HGU) oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Sebelumnya, Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mendesak DPR segera membentuk pansus penyelesaian konflik agraria dan sumber daya alam, tanpa melakukan revisi terhadap UU No. 5/1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.


Dia menegaskan pansus juga harus bersifat lintas komisi karena konflik agraria ini tidak hanya melibatkan satu sektor, tetapi antarsektor. "Masalah utama agraria di Indonesia adalah konsentrasi kepemilikan dan pengusahaan sumber-sumber agraria baik tanah, hutan, tambang dan perairan di tangan segelintir orang dan korporasi besar," ujarnya.

Penguasa Senang Salah Gunakan Kekuasaan

JAKARTA, KOMPAS.com - Indra, Anggota Tim Reformasi Agraria Fraksi Partai Keadilan Sejahetera di Jakarta, Senin (6/2/2012) menilai, menggunungnya persoalan sengketa agraria tersebut disebabkan oleh tidak sinkronnya perundang - undangan terkait agraria dan adanya penyalahgunaan kekuasan oleh penguasa.
Sengketa agraria yang mencuat dan menjadi perhatian publik akhir-akhir ini, seperti kasus Mesuji di Lampung (warga adat dan PT Silva Inhutani di tanah register 45 di kawasan Way Buayaserta warga Desa Sri Tanjung, Nipah Kuning, dan Keagungan Dalam versus PT Barat Selatan Makmur Investindo), Mesuji di Sumatera Selatan (di derah desa sungai sodong OKI bersengketa dengan PT SWA).

Kasus di Riau, penembakan enam masyarakat oleh Brimob dari Polda Sumatera Utara (warga desa Batang Kumuh, kecamatan Tambusai, kabupaten Rokan Hulu, Riauversus PT Mazumah Agro Indonesia), Pulau Padang yang sekarang sedang kemah di depan DPR (antara warga Pulau Padang, Kabupaten Meranti dan PT RAPP), Bima, dan Papua.

Semua kasus ini merupakan puncak gunung es dari Sengketa Agraria yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Tahun 2011 lalu, Deputi Riset dan Kampanye Konsorsium Pembaruan Agraria Iwan Nurdin di Kompas, Senin (5/2) mengatakan, terjadi konflik agraria sebanyak 69.975 keluarga yang melibatkan areal seluas 472.048,44 hektar lahan.

Dalam analisis substansi hukum, Indra menganggap perlu sinkronisasi UU No 5 tahun 1960 tentang Pokok - Pokok Agaraia dengan UU lainnya agar bisa menyelesaikan masalah tanpa masalah.
"Berbicara substansi banyak sekali benturan antara satu UU dengan UU lainnya, seperti UU Penanaman Modal, UU Minerba, UU Kehutanan, UU perkebunan,UU Perikanan, UU Migas , UU Lingkungan Hidup, UU Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil " jelasnya.

Dalam hal pelaksanaan peraturan perundang - undangan yang saling berbenturan tersebut diperparah dengan sikap dan mentalitas Instansi terkait, mulai dari BPN, Kementrian Kehutanan, Kementrian ESDM, dan Pemerintah Daerah yang kerapkali menjadi alat bagi pegusaha dalam mengembangkan usahanya, yang tentu akan mengabaikan hak dan kepentingan masyarakat kecil.
Tidak heran jika tanah ulayat, tanah adat, dan bahkan tanah bersertifikatpun dirampas dan diabaikan eksistensinya demi kepentingan para pemodal dan dengan dalih investasi.

"Padahal kita mengetahui secara nyata Spirit Pengelolaan agrarian yang baik dan benar telah dituntun Pasal 33ayat 3 UUD 1945 bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penguasaan Negara merujuk pada prinsip pengayoman oleh instansi pemerintah terkait, bukan memanfaatkan kekuasaan untuk menyengsarakan rakyat dengan mengambil dan menyerahkan kepada investor asing maupun dalam negeri," ujarnya.