February 10, 2012

Pemerintah Tak Sentuh Akar Konflik


Kompas    Rabu, 08 Pebruari 2012
Meski eksesif dan telah mengakibatkan meningkatnya korban jiwa di kalangan rakyat, pemerintah tak pernah mau serius menyentuh akar konflik agraria. Bahkan, upaya penyelesaian konflik melalui lembaga resmi seperti Badan Pertanahan Nasional, Dewan Perwakilan Rakyat, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, hingga kementerian terkait selalu menemui jalan buntu. Konflik agraria terus terjadi.

Deputi Riset dan Kampanye Konsorsium Pembaruan Agraria Iwan Nurdin di Jakarta, Selasa (7/2), menyebut, pemerintah tak pernah mau serius menyetuh akar konflik agraria, yakni ketimpangan penguasaan lahan. Pemerintah, ujar Iwan, tak pernah mau melakukan pembaruan agraria, yang salah satu agenda utamanya menata kembali penguasaan lahan dan mendistribusikannya kepada rakyat.

Akibatnya, setiap kali rakyat mengadukan persoalan tanah, tak ada lembaga resmi yang bisa menyelesaikannya. Dia mencotohkan, untuk konflik di kawasan kehutanan, terdapat dua tempat di Kementerian Kehutanan yang menangani konflik tanah di kawasan hutan, yaitu steering committee (SC) konflik pada Dewan Kehutanan Nasional (DKN) dan tim resolusi konflik yang dibentuk Menteri Kehutanan.

Hal senada diungkapkan anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P yang juga inisiator Pansus Penyelesaian Konflik Agraria DPR, Budiman Sudjatmiko. Menurut Budiman, salah satu tujuan Tap MPR Nomor IX Tahun 2001 adalah melaksanakan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat. Karena itu, pembentukan Pansus bisa memberi rekomendasi kepada DPR dan Presiden untuk memprioritaskan pembahasan RUU menjadi UU yang memberi perlindungan efektif terhadap hak-hak masyarakat adat, petani, dan nelayan.

Sebelumnya, mantan penasihat Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Mesuji, Ifdhal Kasim, mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebaiknya segera melaksanakan rekomendasi kebijakan TGPF Mesuji.

Selain memberikan rekomendasi kebijakan, TGPF juga memberikan rekomendasi kasus. Ada tujuh rekomendasi, yaitu penuntasan penegakan hukum pelaku kekerasan, selidiki dugaan pelanggaran HAM dalam kasus kematian Made Aste (warga), berikan bantuan kepada korban luka yang masih memerlukan perawatan medis, pemda diminta membantu anak korban terutama di bidang pendidikan.

Rekomendasi lainnya adalah meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban memberi perlindungan kepada saksi dan korban, pemerintah harus menerbitkan badan usaha jasa pengamanan dan perusahaan penguna pengamanan itu, dan langkah penegakan hukum kepada pembuat dan pengedar potongan video kekerasan yang tidak sesuai temuan fakta TGPF.

No comments: