Realisasi Cetak Sawah Baru Masih Rendah
10 Oct 2011
Oleh Alina Mustaidah
JAKARTA - Realisasi cetak sawah baru tahun ini masih rendah. Hingga September 2011, realisasi cetak sawah baru secara nasional hanya 22 ribu hektare (ha), jauh dari target 70 ribu ha hingga akhir tahun ini. Kini, pemerintah daerah (pemda) lebih berminat membuka lahan untuk sektor perkebunan karena lebih menguntungkan.
Deputi Kampanye Komisi Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menilai, cetak sawah baru masih menghadapi sejumlah masalah, seperti pelepasan lahan, minat pemerintah daerah, dan realisasi anggaran. "Beberapa daerah tidak terlalu berminat terhadap cetak sawah baru. Lahan untuk perkebunan lebih menguntungkan," kata Iwan di Jakarta , Minggu (9/10).
Di Kalimantan Tengah dan Timur misalnya, banyak petani pangan yang mengonversi lahannya untuk perkebunan sawit atau karet. Sedangkan pemda di Jawa lebih memilih konversi lahan untuk industri karena dinilai lebih menguntung-kan. Selain itu, lanjut dia, minat menjadi petani sawah turun selama beberapa tahun terakhir, khususnya generasi muda. Tidak heran jika rata-rata umur petani di Indonesia di atas 45 tahun.
Turunnya minat menjadi petani tersebut akibat banyak kebijakan yang tidak mendukung, contohnya, harga pembelian pemerintah (HPP) rendah dan sulit memperoleh input produksi seperti pupuk. "Hal itu menyebabkan pertumbuhan angkatan kerja di sektor pertanian sangat rendah," ujar dia. Menurut Iwan, realisasi cetak sawah juga terkait de ngan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah yang tidak sin-kron. Rencana memang ada di pusat, tetapi pemda memiliki rencana sendiri.
Sosialisasi Dinas
Sementara itu, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Sumardjo Gatot Iriyanto mengakui. sosialisasi masih kurang. Menurut dia, dinas pertanian provinsi hingga dinas kabupaten perlu melakukan sosialisasi pentingnya menjadi petani.
Menurut Gatot, target luas pencetakan sawah baru bisa terpenuhi hingga akhir tahun ini, 70 ribu ha. Sejumlah Pemda memilih mencetak sawah baru, lalu mencairkan dana. Akibatnya, luas cetakan sawah baru terhitung rendah. "Laporannya baru 22 ribu ha karena pemda lebih suka eksekusi dulu dan pencairan dana agak lambat," ujar dia.
Dari total 70 ribu ha cetak sawah baru, 60 juta ha berupa sawah dan 10 juta ha lahan kering untuk jagung dan kedelai. Investasi diperkirakan kurang dari Rp 100 miliar. Daerah yang berpotensi melaksanakan program pencetakan sawah antara lain, Rokan Hulu, Kubu Raya, dan Bulungan. Tahun depan, cetak sawah baru akan ditingkatkan menjadi 100ribu ha dan 200 ribu ha pada 2013.
Dari total anggaran Kementan tahun ini Rp 17 triliun, pagu anggaran Ditjen PSP Rp 4,7 triliun dan realisasinya Rp 2,6 triliun (55,24%). Hingga akhir tahun ini realisasi pagu diperkirakan Rp 5,2 triliun dan realisasi Rp 4,8 triliun (92.20%).
Bukan Prioritas
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menyebutkan, cetak awah perlu waktu, keseriusan, informasi yang luas, dan kemudahan aturan. "Untuk cetak sawah baru perlu sosialisasi yang lebih luas karena di daerah banyak yang mampu, sehingga bisa lebih cepat" kata dia.
Dalam alokasi anggaran di Kementan, sambung dia, cetak sawah baru tidak diprioritaskan. Akibatnya, alokasi anggaran relatif kecil. Padahal, dengan peningkatan kebutuhan pangan, target cetak sawah baru saat ini terlalu sedikit
Winarno dan Iwan menyayangkan langkah pemerintah yang kurang memberi kesempatan pada masyarakat untuk mencetak sawah baru. Pemerintah tampak lebih banyak memberi peluang kepada badan usaha milik negara (BUMN) dan perusahaan-perusahaan swasta umum.
No comments:
Post a Comment