October 20, 2009

Memperkokoh Ketahanan Pangan

Kaman Nainggolan

Tema Hari Pangan Sedunia yang diperingati 16 Oktober 2009 adalah Achieving Food Security in Times of Crisis. Sampai saat ini, krisis ekonomi global masih mendominasi pemberitaan. Barangkali kebanyakan orang berpikir bahwa yang paling kena dampak krisis adalah para pekerja di kota. Hal ini tidak benar. Yang paling menderita adalah para petani dan penduduk miskin pedesaan yang jumlahnya 70% dengan ketahanan pangan yang rentan.

Akibat krisis, akan ada tambahan penduduk yang kelaparan 105 juta, sehingga sekarang ini 1,02 miliar orang menderita rawan pangan atau seperenam jumlah penduduk dunia. Situasi pangan global saat ini ditunjukkan oleh tingkat konsumsi yang semakin meningkat akibat peningkatan populasi. Kebanyakan penduduk rawan pangan di negara berpendapatan rendah adalah masyarakat desa miskin yang tidak memiliki lahan atau mengelola lahan marginal yang penuh risiko dan hidup dari merambah hutan.

Sebagian penduduk Indonesia juga masih mengalami kerawanan pangan, akibat kemiskinan --yang umumnya terdapat di pedesaan (63%). Maka, ke depan pemerintah harus memusatkan segala upaya guna mengatasi persoalan itu dengan fokus di tingkat desa, karena di situlah persoalannya. Pemerintah pusat harus memperkuat kapasitas daerah untuk menolong masyarakatnya. Harus dipahami bahwa pada 2015 nanti sesuai komitmen kita dalam Konferensi Tingkat Tinggi Pangan dan Millennium Development Goals (MDGs), Indonesia akan diuji dunia dalam hal, apakah tingkat kemiskinan dan kerawanan pangan kita telah turun menjadi separohnya dari tahun dasar 1990-1992?

Untuk itu, ada baiknya kita periksa data. Pada 1990, angka kemiskinan 27,2 juta jiwa, atau 15,1%. Tahun 2008 (berdasarkan BPS) angka itu menjadi 34,96 juta atau 15,42%. Artinya, selama hampir dua dekade kita belum banyak berbuat terhadap penurunan kemiskinan. Oleh karena itu, tugas pemerintahan baru nanti sangat berat, dan semestinya fokus pada upaya melawan kemiskinan dan kelaparan. Sejarah akan mencatat dengan tinta emas manakala Indonesia berhasil menurunkan kemiskinan tahun 2015 nanti menjadi 17,48 juta atau 7,55 persen.

Secara historis, sektor pertanian dan pembangunan pedesaan telah terbukti mampu mengatasi kemiskinan. Maka, agenda ke depan adalah memerangi kemiskinan lewat pembangunan pertanian dan pedesaan. Unsur utama untuk menjamin ketahanan pangan adalah peningkatan pendapatan kaum miskin. Membangun pertanian dan pedesaan juga teramat penting karena 63% orang miskin ada di pedesaan, dan potensi terbesar bangsa ini, ada di pedesaan. Masalahnya adalah desa kita kurang dibangun. Kebijakan yang urban bias masih sering dominan dalam kebijakan pembangunan. Persoalan yang dihadapi dunia sekarang adalah rendahnya investasi di sektor pertanian dan pedesaan. Oleh karena itu, pemerintahan baru nanti perlu memfokuskan hal-hal berikut.

Pertama, membangun infrastruktur secara besar-besaran di pedesaan, terutama di kabupaten rawan pangan. Jika ini tidak dilakukan maka migrasi besar-besaran akan terjadi dari desa ke kota. Dan karena tingkat pendidikan yang rendah, maka akan terjadi pengangguran perkotaan yang tidak menyelesaikan soal. Ini memerlukan komitmen politik yang kuat, baik dari eksekutif maupun legislatif. Infrastruktur pedesaan sekaligus juga akan meningkatkan produktivitas pertanian dan mereduksi biaya pemasaran. Tidak ada dosanya jika dianggarkan sekitar 10% APBN untuk infrastruktur pedesaan/pertanian. Saya kira, jika lima tahun ini kita konsisten melakukannya, target KTT Pangan dan MDGs masih bisa tercapai.

Kedua, harus ada upaya besar melanjutkan Revolusi Hijau Babak Kedua (The Second Stage of Green Revolution) seperti dikemukakan oleh Bapak Revolusi Hijau, almarhum Norman Bourlag, tetapi yang lebih ramah lingkungan (eco-friendly). Hanya dengan cara ini produksi pangan kita bisa ditingkatkan dan dihela oleh teknologi (innovation driven).


Agroindustri Pedesaan

Ketiga, upaya besar-besaran melakukan investasi pengolahan hasil pertanian pedesaan. Agroindustri skala kecil pedesaan harus dikembangkan. Mengapa? Karena selama ini kita alpa melakukan pengolahan pertanian. Kebanyakan produk yang kita ekspor adalah gelondongan yang bernilai tambah rendah. Dengan gerakan agroindustri pedesaan akan tercipta lapangan kerja di pedesaan dan sekaligus modernisasi pedesaan.

Keempat, membangun infrastruktur pasar pedesaan guna memutus mata-rantai pemasaran yang saat ini sangat panjang, sehingga nilai tambah tidak banyak dinikmati oleh petani miskin. Kelima, khususnya bagi petani, menambah luasan lahan bagi petani. Saat ini, rata-rata luasan lahan yang dikuasai petani di bawah 0,5 hektare. Berdasarkan hitungan saya, setiap petani semestinya memiliki dua hektare lahan. Inilah pesan reforma agraria yang masih merupakan "PR" kita lima tahun ke depan.

Khusus mengatasi rawan pangan, kita telah mempunyai model yang amat baik, yaitu pengembangan Desa Mandiri Pangan sejak 2004 dan kini telah mencapai 1174 desa di 33 provinsi. Upaya ini terbukti ampuh melawan kelaparan dan rawan pangan. Apa yang dikemukakan di atas tidak sulit melakukannya. Kuncinya komitmen politik yang kuat!

Penulis adalah Staf Ahli Mentan, mantan KepalaBadan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian,penulis buku Pertanian Indonesia: Kini dan Esok, dan Melawan Kemiskinan dan Kelaparan di Abad ke-21

Dimuat di Harian Sore, Suara Pembaruan. 16 Oktober 2009

No comments: