JAKARTA - Mantan Juru Bicara Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mesuji Indriaswati Dyah Saptaningrum mengatakan, ulah Ketua Lembaga Adat Megou Pak Wan Mauli itu hanya satu dari sebagian banyak spekulan tanah yang memanfaatkan konflik di Mesuji.
Berdasarkan hasil investigasi awal TGPF, pihaknya menemukan banyak spekulan tanah di Mesuji. Karena itu, sesuai rekomendasi, tim meminta aparat penegak hukum mengusut para mafia tanah tersebut.
’’Kami (TGPF) sudah minta Menko Polhukam (Djoko Suyanto) bikin rapat setelah temuan awal yang juga mengundang pejabat pemda dan meminta polda ambil langkah-langkah cepat,’’ kata Indri kepada Radar Lampung di Jakarta kemarin (7/3).
Terlebih, banyaknya aksi spekulan tanah saat itu juga didukung bukti-bukti kuitansi yang ditunjukkan pemerintah daerah (pemda). Termasuk beberapa selebaran tentang pembukaan lahan di wilayah konflik tersebut. ’’Karena banyaknya spekulan, (bukti) kuitansinya saja segepok,’’ ujar Indri.
Namun, dia tak bisa memastikan berapa jumlah calo tanah yang beraksi di wilayah Register 45 tersebut. Termasuk apakah spekulan itu juga melibatkan aparat pemerintah. ’’Waduh, tanya ke polda saja. Yang diusut polisi waktu itu saja ada 24,’’ tandasnya.
Kepada koran ini, Deputi Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menyatakan, penangkapan Wan Mauli hanya sebuah pengalihan isu. Sebab, pemerintah tak bisa menyelesaikan masalah intinya, yaitu sengketa tanah antara warga dengan perusahaan.
Menurut dia, tanah di sana merupakan tanah masyarakat adat yang memang sudah ada sebelum perusahaan itu berdiri. Kemudian, lanjut Iwan, pemerintah secara sepihak menganggap tanah itu kawasan hutan dan diberikan izin hutan tanaman industri (HTI). ’’Bukankah pemerintah juga jual-beli izin tanpa dasar hak yang kuat,” tudingnya.
Iwan juga menduga bukti kuitansi yang diamankan oleh pihak kepolisian belum tentu terkait jual-beli tanah. ’’Sebab, kami dapat informasi, itu adalah kuitansi pengurusan perjuangan tanah,” ucapnya.
Semestinya, pihak kepolisian fokus pada rekomendasi Komnas HAM dan TGPF Mesuji. Sebab, kata dia, akar permasalahannya adalah mengapa ada izin HTI yang luasnya melebihi batas kawasan hutan sesuai peta residen Lampung, sehingga areal kelebihan itu sejak dahulu diklaim sebagai kawasan adat.
’’Kalau polisi hendak fokus pada jual-beli lahan kawasan hutan itu, mereka juga harus berimbang menyelidiki mengapa ada perluasan izin areal kawasan hutan produksi untuk PT Silva Inhutani yang tidak sesuai dengan luas kawasan hutan yang sebenarnya diakui sejak dahulu (sebagai tanah adat), sehingga (perusahaan) mengambil tanah adat,’’ pungkasnya.
Terpisah, penangkapan Wan Mauli bak tamparan keras bagi Ketua Tim Advokasi Lembaga Adat Megou Pak Saurip Kadi yang paling getol menyuarakan sengketa lahan Mesuji hingga mendunia.
Ia sangat menyesalkan perbuatan Wan Mauli yang dituding sebagai calo tanah di wilayah Register 45. Namun, purnawirawan TNI ini berharap mayarakat adat tetap kompak dan tidak terpecah belah dengan penangkapan ini.
Sebab, kata dia, dengan kejadian ini masyarakat adat merasa dipermalukan oleh ulah orang yang tak bertanggung jawab tersebut. ’’Kalau memang Pak Mauli memanfaatkan konflik untuk kepentingan pribadi, silakan polisi memproses hukum,’’ kata Saurip yang mengaku belum mengetahui secara pasti penyebab tersangka ditahan aparat kepolisian.
Menurutnya, perjuangan masyarakat adat untuk mendapatkan hak tanahnya akan diteruskan. Jangan sampai perjuangan itu terhenti karena ulah ketua lembaga adatnya. ’’Lembaga adat jangan pecah karena kesalahan pribadi seseorang,’’ ujar Saurip.
Meski dalam transaksinya, tersangka menjual nama lembaga adat dengan modus memperjuangkan hak tanah. Saurip menyatakan, pihaknya tetap akan memberikan bantuan hukum selama proses penyidikan tersangka.
Dari sana, kata dia, pihaknya bisa melihat perbuatan yang dilakukan oleh tersangka memang untuk perjuangan atau buat kepentingan pribadi. ’’Nanti dilihat berapa uang yang dikatakan untuk perjuangan dan berapa uang yang masuk kantong pribadi,’’ jelasnya.
Meski perjuangan Lembaga Adat Megou Pak dikotori oleh oknum yang memanfaatkan situasi, Saurip menegaskan akan terus berusaha mendapatkan hak tanah rakyat yang dinilainya selama ini menjadi korban penzaliman pemerintah.
Diketahui, Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung menahan Ketua Lembaga Adat Megou Pak Wan Mauli. Pria 61 tahun ini sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penjualan tanah di Register 45 kepada warga Mesuji.
Wan Mauli ditahan atas laporan Syaiful cs ke Polda Lampung dengan Nomor LP/56/II/2012/SPKT tertanggal 6 Februari 2012 tentang Penipuan.
Kepala Bidang Humas Polda Lampung AKBP Sulistyaningsih menjelaskan, dalam pemeriksaan, Wan Mauli diajukan 27 pertanyaan di ruang Ditreskrimum. Jumlah saksi yang sudah diperiksa sebanyak 18 orang. Mereka warga Tuguroda, Sungai Buaya, Mesuji, yang merasa ditipu Wan Mauli selama bulan September-Desember 2011.
Modus yang digunakan tersangka, para korban memberikan sejumlah uang kepada Wan Mauli untuk membeli tanah seluas 2/4 hektare. Di mana dua hektare digunakan warga untuk ladang, sisanya untuk permukiman.
Untuk warga yang sudah lama bermukim di Tugu Roda dimintai uang Rp1 juta. Sedangkan untuk warga baru yang tinggal dimintai uang Rp1,5 juta. Selain membeli tanah Register 45, masyarakat diperintahkan Wan Mauli untuk menjadi anggota Asosiasi Hutan Tanaman Rakyat Mandiri Indonesia (HTRMI) dengan dibebani biaya sebesar Rp225 ribu.
Barang bukti yang dimiliki Polda Lampung untuk menahan Wan Mauli berupa satu lembar kuitansi tertanggal 18 Desember 2011 sejumlah Rp3 juta, satu lembar kuitansi tertanggal 20 Desember 2011 sejumlah Rp1 juta, dan satu lembar tanda terima uang tertanggal 2 Desember 2011 sejumlah Rp25 juta.
Kemudian satu lembar penerimaan uang tertanggal 23 Desember 2011 sejumlah Rp5 juta dan satu lembar penerimaan uang tertanggal 26 Desember 2011 sejumlah Rp5 juta yang penggunaannya untuk pengurusan sengketa tanah dan transportasi.
Lalu surat tanda terima uang yang diterima dan ditandatangani oleh Wayan Karas, lima lembar ditandatangani oleh Wan Mauli, satu lembar ditandatangani oleh M. Sudarmin, satu lembar ditandatangani Jalil Kumis, dan satu lembar ditandatangani Trubus.
Selanjutnya sebelas lembar fotokopi tanda terima uang sumbangan dana perjuangan masyarakat, enam lembar tanda terima uang pendaftaran anggota Asosiasi HTRMI dan biaya administrasi, serta satu lembar rekapan dana yang masuk ke Wan Mauli atau lembaga Megou Pak. (kyd/c1/ary)
RADAR LAMPUNG 8 Maret 2012
Berdasarkan hasil investigasi awal TGPF, pihaknya menemukan banyak spekulan tanah di Mesuji. Karena itu, sesuai rekomendasi, tim meminta aparat penegak hukum mengusut para mafia tanah tersebut.
’’Kami (TGPF) sudah minta Menko Polhukam (Djoko Suyanto) bikin rapat setelah temuan awal yang juga mengundang pejabat pemda dan meminta polda ambil langkah-langkah cepat,’’ kata Indri kepada Radar Lampung di Jakarta kemarin (7/3).
Terlebih, banyaknya aksi spekulan tanah saat itu juga didukung bukti-bukti kuitansi yang ditunjukkan pemerintah daerah (pemda). Termasuk beberapa selebaran tentang pembukaan lahan di wilayah konflik tersebut. ’’Karena banyaknya spekulan, (bukti) kuitansinya saja segepok,’’ ujar Indri.
Namun, dia tak bisa memastikan berapa jumlah calo tanah yang beraksi di wilayah Register 45 tersebut. Termasuk apakah spekulan itu juga melibatkan aparat pemerintah. ’’Waduh, tanya ke polda saja. Yang diusut polisi waktu itu saja ada 24,’’ tandasnya.
Kepada koran ini, Deputi Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menyatakan, penangkapan Wan Mauli hanya sebuah pengalihan isu. Sebab, pemerintah tak bisa menyelesaikan masalah intinya, yaitu sengketa tanah antara warga dengan perusahaan.
Menurut dia, tanah di sana merupakan tanah masyarakat adat yang memang sudah ada sebelum perusahaan itu berdiri. Kemudian, lanjut Iwan, pemerintah secara sepihak menganggap tanah itu kawasan hutan dan diberikan izin hutan tanaman industri (HTI). ’’Bukankah pemerintah juga jual-beli izin tanpa dasar hak yang kuat,” tudingnya.
Iwan juga menduga bukti kuitansi yang diamankan oleh pihak kepolisian belum tentu terkait jual-beli tanah. ’’Sebab, kami dapat informasi, itu adalah kuitansi pengurusan perjuangan tanah,” ucapnya.
Semestinya, pihak kepolisian fokus pada rekomendasi Komnas HAM dan TGPF Mesuji. Sebab, kata dia, akar permasalahannya adalah mengapa ada izin HTI yang luasnya melebihi batas kawasan hutan sesuai peta residen Lampung, sehingga areal kelebihan itu sejak dahulu diklaim sebagai kawasan adat.
’’Kalau polisi hendak fokus pada jual-beli lahan kawasan hutan itu, mereka juga harus berimbang menyelidiki mengapa ada perluasan izin areal kawasan hutan produksi untuk PT Silva Inhutani yang tidak sesuai dengan luas kawasan hutan yang sebenarnya diakui sejak dahulu (sebagai tanah adat), sehingga (perusahaan) mengambil tanah adat,’’ pungkasnya.
Terpisah, penangkapan Wan Mauli bak tamparan keras bagi Ketua Tim Advokasi Lembaga Adat Megou Pak Saurip Kadi yang paling getol menyuarakan sengketa lahan Mesuji hingga mendunia.
Ia sangat menyesalkan perbuatan Wan Mauli yang dituding sebagai calo tanah di wilayah Register 45. Namun, purnawirawan TNI ini berharap mayarakat adat tetap kompak dan tidak terpecah belah dengan penangkapan ini.
Sebab, kata dia, dengan kejadian ini masyarakat adat merasa dipermalukan oleh ulah orang yang tak bertanggung jawab tersebut. ’’Kalau memang Pak Mauli memanfaatkan konflik untuk kepentingan pribadi, silakan polisi memproses hukum,’’ kata Saurip yang mengaku belum mengetahui secara pasti penyebab tersangka ditahan aparat kepolisian.
Menurutnya, perjuangan masyarakat adat untuk mendapatkan hak tanahnya akan diteruskan. Jangan sampai perjuangan itu terhenti karena ulah ketua lembaga adatnya. ’’Lembaga adat jangan pecah karena kesalahan pribadi seseorang,’’ ujar Saurip.
Meski dalam transaksinya, tersangka menjual nama lembaga adat dengan modus memperjuangkan hak tanah. Saurip menyatakan, pihaknya tetap akan memberikan bantuan hukum selama proses penyidikan tersangka.
Dari sana, kata dia, pihaknya bisa melihat perbuatan yang dilakukan oleh tersangka memang untuk perjuangan atau buat kepentingan pribadi. ’’Nanti dilihat berapa uang yang dikatakan untuk perjuangan dan berapa uang yang masuk kantong pribadi,’’ jelasnya.
Meski perjuangan Lembaga Adat Megou Pak dikotori oleh oknum yang memanfaatkan situasi, Saurip menegaskan akan terus berusaha mendapatkan hak tanah rakyat yang dinilainya selama ini menjadi korban penzaliman pemerintah.
Diketahui, Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung menahan Ketua Lembaga Adat Megou Pak Wan Mauli. Pria 61 tahun ini sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penjualan tanah di Register 45 kepada warga Mesuji.
Wan Mauli ditahan atas laporan Syaiful cs ke Polda Lampung dengan Nomor LP/56/II/2012/SPKT tertanggal 6 Februari 2012 tentang Penipuan.
Kepala Bidang Humas Polda Lampung AKBP Sulistyaningsih menjelaskan, dalam pemeriksaan, Wan Mauli diajukan 27 pertanyaan di ruang Ditreskrimum. Jumlah saksi yang sudah diperiksa sebanyak 18 orang. Mereka warga Tuguroda, Sungai Buaya, Mesuji, yang merasa ditipu Wan Mauli selama bulan September-Desember 2011.
Modus yang digunakan tersangka, para korban memberikan sejumlah uang kepada Wan Mauli untuk membeli tanah seluas 2/4 hektare. Di mana dua hektare digunakan warga untuk ladang, sisanya untuk permukiman.
Untuk warga yang sudah lama bermukim di Tugu Roda dimintai uang Rp1 juta. Sedangkan untuk warga baru yang tinggal dimintai uang Rp1,5 juta. Selain membeli tanah Register 45, masyarakat diperintahkan Wan Mauli untuk menjadi anggota Asosiasi Hutan Tanaman Rakyat Mandiri Indonesia (HTRMI) dengan dibebani biaya sebesar Rp225 ribu.
Barang bukti yang dimiliki Polda Lampung untuk menahan Wan Mauli berupa satu lembar kuitansi tertanggal 18 Desember 2011 sejumlah Rp3 juta, satu lembar kuitansi tertanggal 20 Desember 2011 sejumlah Rp1 juta, dan satu lembar tanda terima uang tertanggal 2 Desember 2011 sejumlah Rp25 juta.
Kemudian satu lembar penerimaan uang tertanggal 23 Desember 2011 sejumlah Rp5 juta dan satu lembar penerimaan uang tertanggal 26 Desember 2011 sejumlah Rp5 juta yang penggunaannya untuk pengurusan sengketa tanah dan transportasi.
Lalu surat tanda terima uang yang diterima dan ditandatangani oleh Wayan Karas, lima lembar ditandatangani oleh Wan Mauli, satu lembar ditandatangani oleh M. Sudarmin, satu lembar ditandatangani Jalil Kumis, dan satu lembar ditandatangani Trubus.
Selanjutnya sebelas lembar fotokopi tanda terima uang sumbangan dana perjuangan masyarakat, enam lembar tanda terima uang pendaftaran anggota Asosiasi HTRMI dan biaya administrasi, serta satu lembar rekapan dana yang masuk ke Wan Mauli atau lembaga Megou Pak. (kyd/c1/ary)
RADAR LAMPUNG 8 Maret 2012
No comments:
Post a Comment