Kompas–Jakarta : Rancangan Undang-Undang Desa yang akan dibahas Dewan Perwakilan Rakyat hendaknya bisa menjadi perangkat yang mendorong terjadinya pembaruan agraria. Harapannya, Rancangan Undang-Undang Desa ini bisa menciptakan hubungan pertanian dan industri sekaligus relasi desa dengan kota yang saling menguatkan.
Deputi Riset dan Kampanye Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin di Jakarta mengatakan, selama ini masyarakat dan pemerintahan desa tidak diberi wewenang dalam mengatur wilayah dan masyarakatnya.
“Apalagi menentukan wilayah mereka atas dasar ulayat untuk diakui negara sehingga sumber-sumber agraria, khususnya tanah, tambang, dan pertanian, dieksploitasi pemerintah di luar desa dan pengusaha dengan dalih investasi dan pembangunan. RUU Desa harus mendorong transformasi pedesaan melalui pembaruan agraria sehingga ke depan tercipta hubungan pertanian dan industri serta relasi desa-kota yang saling menguatkan,” kata Iwan, Selasa (28/2).
RUU Desa, menurut Iwan, diharapkan juga mengatasi persoalan tumpang tindih dalam penentuan wilayah definitif antara kawasan hutan dan wilayah desa. Iwan mengatakan, berdasarkan data peta desa dan peta kawasan hutan Kementerian Kehutanan dengan Badan Pusat Statistik tahun 2009, dari 70.429 desa di Indonesia, sekitar 37 persennya memiliki wilayah yang tumpang tindih dengan kawasan hutan.
Kondisi itu yang rawan menimbulkan konflik agraria. Masyarakat yang bertahun-tahun mendiami wilayah desa justru dituding sebagai perambah kawasan hutan.
Selasa(28/02) DPR mengesahkan pembentukan Panitia Khusus RUU Desa. Menurut anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan, Budiman Sudjatmiko, keberadaan UU Desa sangat penting bagi keberadaan desa-desa di Indonesia. Melalui UU Desa, menurut Budiman, desa akan semakin dinamis dan menarik bagi rakyat untuk tetap mencari penghidupan di desa. “Dengan demikian, arus urbanisasi juga akan berkurang drastis,” katanya.
Selain itu, ujar Budiman, UU Desa memastikan pengaturan soal pengelolaan aset agraria desa. “Hal itu merupakan bentuk konkret dari pengakuan terhadap desa. Pengelolaan aset dilakukan melalui redistribusi aset ke desa dan dilakukan oleh organisasi masyarakat atau organisasi tani setempat,” katanya.
Untuk itu, UU Desa harus menjamin pembentukan Panitia Reforma Agraria yang mayoritas anggotanya harus organisasi petani/nelayan setempat. Dalam soal penganggaran, UU Desa juga memastikan ada alokasi anggaran dari APBN. (Bil)
Sumber: Kompas Cetak, 1 Maret 2012.
Deputi Riset dan Kampanye Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin di Jakarta mengatakan, selama ini masyarakat dan pemerintahan desa tidak diberi wewenang dalam mengatur wilayah dan masyarakatnya.
“Apalagi menentukan wilayah mereka atas dasar ulayat untuk diakui negara sehingga sumber-sumber agraria, khususnya tanah, tambang, dan pertanian, dieksploitasi pemerintah di luar desa dan pengusaha dengan dalih investasi dan pembangunan. RUU Desa harus mendorong transformasi pedesaan melalui pembaruan agraria sehingga ke depan tercipta hubungan pertanian dan industri serta relasi desa-kota yang saling menguatkan,” kata Iwan, Selasa (28/2).
RUU Desa, menurut Iwan, diharapkan juga mengatasi persoalan tumpang tindih dalam penentuan wilayah definitif antara kawasan hutan dan wilayah desa. Iwan mengatakan, berdasarkan data peta desa dan peta kawasan hutan Kementerian Kehutanan dengan Badan Pusat Statistik tahun 2009, dari 70.429 desa di Indonesia, sekitar 37 persennya memiliki wilayah yang tumpang tindih dengan kawasan hutan.
Kondisi itu yang rawan menimbulkan konflik agraria. Masyarakat yang bertahun-tahun mendiami wilayah desa justru dituding sebagai perambah kawasan hutan.
Selasa(28/02) DPR mengesahkan pembentukan Panitia Khusus RUU Desa. Menurut anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan, Budiman Sudjatmiko, keberadaan UU Desa sangat penting bagi keberadaan desa-desa di Indonesia. Melalui UU Desa, menurut Budiman, desa akan semakin dinamis dan menarik bagi rakyat untuk tetap mencari penghidupan di desa. “Dengan demikian, arus urbanisasi juga akan berkurang drastis,” katanya.
Selain itu, ujar Budiman, UU Desa memastikan pengaturan soal pengelolaan aset agraria desa. “Hal itu merupakan bentuk konkret dari pengakuan terhadap desa. Pengelolaan aset dilakukan melalui redistribusi aset ke desa dan dilakukan oleh organisasi masyarakat atau organisasi tani setempat,” katanya.
Untuk itu, UU Desa harus menjamin pembentukan Panitia Reforma Agraria yang mayoritas anggotanya harus organisasi petani/nelayan setempat. Dalam soal penganggaran, UU Desa juga memastikan ada alokasi anggaran dari APBN. (Bil)
Sumber: Kompas Cetak, 1 Maret 2012.
No comments:
Post a Comment