February 7, 2011

Belajar Kepada China (1)


Baru saja negeri kita mengadakan libur nasional Imlek. Sebuah tradisi baru semenjak reformasi, dan tentusaja peran alm. Gus Dur yang menetapkan tahun baru China sebagai libur nasional. Sebenarnya, maksud alm Gus Dur menjadikan imlek sebagai libur nasional adalah untuk meningkatkan toleransi antar umat yang sempat koyak karena penindasan dan pelarangan di masa Orde Baru dan euforia reformasi itu sendiri. Ya, reformasi telah membuat orang bebas mengungkapkan pendapat dan mendirikan organisasi yang seringkali mengancam kerukunan bersama bahkan mengancam demokrasi itu sendiri.
 
Sebelum dan sesudah perayaan Imlek tahun ini, Indonesia sedang tergagap-gagap melihat pergerakan harga-harga kebutuhan pokok. Bahkan, sumber inflasi yang utama adalah kenaikan harga pangan. Karena itu, pemerintah kemudian secara cepat melakukan impor beras dari Vietnam dan Thailand. Tidak cuma itu, cabe yang sudah lebih sebulan harganya naik gila-gilaan juga telah membuat pemerintah melakukan impor cabe dari China.

China seperti punya segala. Indonesia kekurangan buah-buahan segar dan cabe, mereka punya. Indonesia kekurangan baja, mereka kelebihan. Indonesia butuh mesin mereka bisa sediakan. Jadi, hampir semua produk pertanian, industri ringan hingga industri berat mereka punya.

Disitulah kita bisa belajar banyak. Mengapa harus belajar ke China: Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China, demikian pesan Rasullullah SAW. Bisa jadi, pada masa itu, keunggulan China sudah diketahui dan dikenal di seantero dunia, hingga Muhammad SAW mengeluarkan hadist yang demikian.

Sekarang, pesan tersebut semakin relevan, sebab China pelan tapi pasti bergerak menjadi pemimpin dunia dalam semua bidang.

Indonesia sesungguhnya juga punya potensi yang sama dengan China. Bahkan lebih. Namun, tidak terkelola dengan tujuan nasional yang jelas.Potensi pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan dan kelautan kita begitu melimpah. Tambang juga kita kaya. Dan, tentu saja dengan jumlah penduduk yang besar kita mampu membangun dengan tenaga dan kekuatan nasional.

Sayang, semua hal tersebut masih tersimpan sebagai potensi belum digerakkan sebagai sebuah oleh sebuah kekuatan nasional. Semua kekayaan tersebut sedang digadaikan secara murah, dijarah oleh elit politik negeri, sehingga kehidupan rakyat sebagian besar semakin buruk.

Meski demikian, belum terlambat untuk Indonesia. Pertama sekali kita butuh pemimpin yang visioner dan kuat. Sebuah pemimpin yang mengetahui cara untuk melakukan lompatan jauh kedepan seperti yang diajarkan oleh bapak pendiri China dan juga diajarkan para pendiri republik ini.

Namun, sistem demokrasi yang sekarang diterapkan sangat sulit melahirkan karakter pemimpin yang demikian. Penataan politik nampaknya masih harus terus dilakukan. Bukan dengan demokrasi liberal yang sekarang.

No comments: