January 14, 2011

Melihat Land Grabbing di Indonesia


Land Grabbing, atau perampasan tanah oleh korporasi-korporasi besar di bidang pangan atas tanah-tanah rakyat adalah nama baru bagi trend lama yang terus terjadi di dunia, tak terkecuali Indonesia.

Ada banyak alasan mengapa perusahaan pangan dunia yang sudah ada, atau perusahaan besar lainnya mulai melirik untuk membangun bisnis di bidang pangan. Sebab, selain besarnya kebutuhan pangan dunia seiring pertambahan penduduk dunia (potensi pasar), juga pemanfaatan produk turunan bahan pangan sebagai sumber energy (agrofuel atau biofuel).

Naiknya harga pangan kerap disebabkan besarnya kebutuhan pangan, prediksi iklim yang semakin sulit. Padahal, juga dikarenakan komoditas pertanian dan pangan telah lama menjadi ajang spekulasi. Bahkan, sejak tahun lalu hingga sekarang, harga komoditas pangan naik secara luar biasa karena spekulasi di bursa-bursa komoditas dan bursa berjangka.

Namun, tentu selalu ada masalah klasik yang sudah kerap mengikuti keinginan para pebisnis besar, yaitu: kelangkaan sumberdaya lahan di dunia.

Di Indonesia, pemerintah gencar menawarkan tanah-tanah baru di Kalimantan dan Papua untuk perusahaan-perusahaan pangan global. MIFEE di Papua adalah sebuah contoh kongkrit dari perampasan tanah rakyat.

Pemerintah berkali-kali mengatakan bahwa tidak akan mengambil tanah adat masyarakat di Merauke. Memang benar, sebab sampai sekarang Perda soal tanah adat di Merauke belum juga disahkan oleh pemerintah.

Pemerintah juga berkata bahwa tidak akan mengambil tanah hutan, secara hukum memang bisa saja benar dan itu mudah dilalukan pemerintah. Sebab, penunjukan dan pelepasan kawasan hutan kerapkali sekehendak Jakarta saja. Bukan atas pertimbangan hukum, ekonomi, politik yang bersifat kerakyatan.

Jadi, landgrabbing di Indonesia adalah hal nyata. perampasan tanah untuk kepentingan korporasi pangan akan menjadi trend.

Di Indonesia, asal muasal investor banyak berasal dari negara-negara yang butuh pangan besar seperti China, Korea Selatan. Mereka gencar menanam modal untuk pasokan pangan di negara mereka. Sekarang, investor Timur Tengah juga berbuat serupa. Tentu, karena tanah dan iklim disana tidak cocok untuk pertanian pangan.

Jadi banyak negara tengah menyiapkan pangan bagi negaranya sendiri dengan berinvestasi di negara seperti Indonesia. Masalah besarnya adalah: Petani Indonesia sebagian besar tidak punya tanah, lalu mengapa tanah pertanian yang ada diserahkan kepada perusahaan?

Jakarta, 14  Januari 2011

No comments: